Jatuhnya
pesawat sj-182 diawal bulan januari lalu tentu membuat rasa pilu bagi keluarga
yang ditinggalkan, bukan hanya keluarga namun kita yang berada di Indonesia pun
turut merasakan kesedihannya. Dalam tulisan blog ku kali ini aku mau ngejelasin
bagaimana kaitannya ilmu psikologi dengan jatuhnya pesawat sj-182 ini.
Bagi
keluarga yang ditinggalkan oleh para korban ini tentu sangat merasakan
kehilangan, kesedihan yang sangat amat mendalam dan tentu saja membuat trauma
bagi mereka di dalam psikologi, keadaan seperti ini disebut dengan PTSD, mungkin
banyak dari kalian yang bertanya-tanya PTSD itu Apa sih ? Jadi, PTSD (post
traumatic syndrom disorder) merupakan suatu kondisi atau keadaan yang
terjadi setelah seseorang mengalami peristiwa traumatik atau kejadian buruk
dalam hidupnya. Timbulnya PTSD tidak hanya disebabkan adanya stressor namun
melibatkan faktor lainnya yang terjadi sebelum & setelah trauma tersebut
PTSD ini memiliki manifestasi klinik yang terdiri dari :
o Sebelum mengalami gejala (re-experiencing symptoms)
Re-experiencing symptoms, merupakan mengingat kembali kejadian-kejadian yang terjadi sebelumnya, termasuk gejala fisik, deg-degan & berkeringat, mimpi buruk & rasa takut yang berlebihan. Gejala yang terjadi dapat disebabkan karena masalah dalam rutinitas sehari-hari penderita. Dapat dimulai dari pikiran & perasaan orang itu sendiri. Misalnya, dengan mengingat kata-kata, benda, atau situasi yang dapat memicu terjadinya symptom.
o Gejala penghindaran (avoidance symptoms)
Pada manifes ini penderita merasa mati rasa emosional, merasa sangat bersalah, depresi, atau khawatir, kehilangan minat dalam kegiatan yang menyenangkan dimasa lalu, memiliki kesulitan mengingat peristiwa berbahaya dan penderita dapat tinggal jauh dari tempat, peristiwa, atau benda yang dapat membuat mengingat dari pengalaman peristiwa.
o Hyperaurosal symptom
Dimana dalam manifes ini penderita menjadi mudah terkejut, merasa tegang atau gelisah, memiliki kesulitan untuk tidur dan atau memiliki luapan kemarahan.
Sedangkan,
dalam DSM IV PTSD dikelompokkan menjadi :
o
Akut, bila gejala muncul kurang dari
3 bulan setelah kejadian
o
Kronis jika gejala PTSD yang muncul
lebih dari 3 bulan pasca trauma
o
Onset PTSD lambat yakni gejala muncul
setelah 6 bulan pasca trauma
Pada
gangguan ini juga menyebabkan penderitanya mengalami kegagalan dalam fungsi
sosial, pekerjaan maupun fungsi lain dalam kehidupannya terapinya dapat
dilakukan dengan psikoterapi dan farmakoterapi. Selain PTSD para keluarga yang
ditinggalkan oleh penumpang pesawat sj-182 juga berada di fase duka cita atau
bagi kami dikalangan psikologi dikenal dengan "grief". Ahli
psikologi perkembangan yaitu papalia mengartikan grief sebagai respon emosional
yang dialami pada fase awal kehilangan, dimana dalam hal ini kematian, terdapat
juga banyak bentuk dari amarah hingga perasaan hampa dan diiringi dengan
penyesuaian terhadap kehilangan itu sendiri. Respon emosi kesedihan di fase ini
sangatlah sering terjadi adapun tahapan dalam grief, yaitu :
o Shock dan tidak percaya
Dimana seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, menangis atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik yang sering kali dialami yaitu pingsan, diaphoresis (keringat dingin), mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan pada tahap ini berlangsung selama beberapa minggu, terutama setelah kematian mendadak atau tidak terduga.
o Terfokus pada kenangan orang yang meninggal
Pada fase ini berlangsung 6-2 tahun lebih lamanya, mencoba berdamai dengan kematian orang terdekatnya akan tetapi masih belum bisa menerimanya.
o Resolusi
Orang yang berduka memperbarui minat pada kegiatan sehari-hari kenangan orang yang meninggal membawa perasaan suka bercampur kesedihan dari pada rasa sakit dan kerinduan.
Selain
itu ada 3 pola utama dalam grief yang berkaitan dengan kesedihan orang
yang ditinggalkan, yaitu :
o
Pola kesedihan yang umum terjadi
o
Pola ketiadaan kesedihan
o
Pola kesedihan kronis
Pada
umumnya orang dewasa dapat mengatasi grief 2-3 tahun setelah kematian orang terdekatnya,
terutama kematian pasangan orang dewasa yang mengatasi kematian anaknya masih dapat
muncul hingga 10 tahun setelah kematian. Menurut shapiro (1994), biasanya
durasi grief bergantung pada banyak faktor seperti kelekatan (attachment)
serta cinta terhadap orang yang meninggal, selain itu juga adanya persiapan
psikologis atas kehilangan dapat berpengaruh. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi dari grief itu sendiri :
o
Hubungan dengan orang yang meninggal
o
Kepribadian
o
Usia dan jenis kelamin orang yang
ditinggalkan
o
Peristiwa ketika terjadinya kematian
& durasi penyakit
o
Konteks budaya dimana kematian
terjadi
Oiya perlu diketahui PTSD ini bisa juga terjadi dalam hal lain ya, misalnya seseorang yang trauma akan berhubungan dengan seorang laki-laki karna dahulu pernah diperkosa dengan pamannya atau seseorang yang pernah menjadi anggota militer dan pernah bertugas dimedan perang kemudian dia terkena luka parah karna sengatan senjata tajam atau bom sehingga membuat nya menjadi luka sangat parah difisik maupun mentalnya sehingga mengakibatkan dia tidak ingin mengunjungi negara tersebut yang pernah menjadi medan perang saat itu ketika keadaan sudah jauh membaik atau bahkan jika mendengar suatu dentuman keras yang menyerupai bom orang tersebut akan merasakan ketakutan yang berlebih hingga mengalami kesedihan atau bahkan keringat dingin yang dihasilkan dari respon tubuhnya tersebut.
Sekian yang bisa aku sampaikan, semoga bisa menambah wawasan buat kalian ya, terima kasih sudah menyempatkan untuk membaca, sampai jumpa di post blog aku selanjutnya. Stay safe & health everyone 😊