Sunday, January 31, 2021

Deepest Condolence SJ-182

 

Jatuhnya pesawat sj-182 diawal bulan januari lalu tentu membuat rasa pilu bagi keluarga yang ditinggalkan, bukan hanya keluarga namun kita yang berada di Indonesia pun turut merasakan kesedihannya. Dalam tulisan blog ku kali ini aku mau ngejelasin bagaimana kaitannya ilmu psikologi dengan jatuhnya pesawat sj-182 ini.

Bagi keluarga yang ditinggalkan oleh para korban ini tentu sangat merasakan kehilangan, kesedihan yang sangat amat mendalam dan tentu saja membuat trauma bagi mereka di dalam psikologi, keadaan seperti ini disebut dengan PTSD, mungkin banyak dari kalian yang bertanya-tanya PTSD itu Apa sih ? Jadi, PTSD (post traumatic syndrom disorder) merupakan suatu kondisi atau keadaan yang terjadi setelah seseorang mengalami peristiwa traumatik atau kejadian buruk dalam hidupnya. Timbulnya PTSD tidak hanya disebabkan adanya stressor namun melibatkan faktor lainnya yang terjadi sebelum & setelah trauma tersebut PTSD ini memiliki manifestasi klinik yang terdiri dari :

o     Sebelum mengalami gejala (re-experiencing symptoms)

   Re-experiencing symptoms, merupakan mengingat kembali kejadian-kejadian yang terjadi sebelumnya, termasuk gejala fisik, deg-degan & berkeringat, mimpi buruk & rasa takut yang berlebihan. Gejala yang terjadi dapat disebabkan karena masalah dalam rutinitas sehari-hari penderita. Dapat dimulai dari pikiran & perasaan orang itu sendiri. Misalnya, dengan mengingat kata-kata, benda, atau situasi yang dapat memicu terjadinya symptom.

o     Gejala penghindaran (avoidance symptoms)

   Pada manifes ini penderita merasa mati rasa emosional, merasa sangat bersalah, depresi, atau khawatir, kehilangan minat dalam kegiatan yang menyenangkan dimasa lalu, memiliki kesulitan mengingat peristiwa berbahaya dan penderita dapat tinggal jauh dari tempat, peristiwa, atau benda yang dapat membuat mengingat dari pengalaman peristiwa.

o     Hyperaurosal symptom

   Dimana dalam manifes ini penderita menjadi mudah terkejut, merasa tegang atau gelisah, memiliki kesulitan untuk tidur dan atau memiliki luapan kemarahan.

 

Sedangkan, dalam DSM IV PTSD dikelompokkan menjadi :

o   Akut, bila gejala muncul kurang dari 3 bulan setelah kejadian

o   Kronis jika gejala PTSD yang muncul lebih dari 3 bulan pasca trauma

o   Onset PTSD lambat yakni gejala muncul setelah 6 bulan pasca trauma

Pada gangguan ini juga menyebabkan penderitanya mengalami kegagalan dalam fungsi sosial, pekerjaan maupun fungsi lain dalam kehidupannya terapinya dapat dilakukan dengan psikoterapi dan farmakoterapi. Selain PTSD para keluarga yang ditinggalkan oleh penumpang pesawat sj-182 juga berada di fase duka cita atau bagi kami dikalangan psikologi dikenal dengan "grief". Ahli psikologi perkembangan yaitu papalia mengartikan grief sebagai respon emosional yang dialami pada fase awal kehilangan, dimana dalam hal ini kematian, terdapat juga banyak bentuk dari amarah hingga perasaan hampa dan diiringi dengan penyesuaian terhadap kehilangan itu sendiri. Respon emosi kesedihan di fase ini sangatlah sering terjadi adapun tahapan dalam grief, yaitu :

o   Shock dan tidak percaya

  Dimana seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, menangis atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik yang sering kali dialami yaitu pingsan, diaphoresis (keringat dingin), mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan pada tahap ini berlangsung selama beberapa minggu, terutama setelah kematian mendadak atau tidak terduga.

o   Terfokus pada kenangan orang yang meninggal

   Pada fase ini berlangsung 6-2 tahun lebih lamanya, mencoba berdamai dengan kematian orang terdekatnya akan tetapi masih belum bisa menerimanya.

o   Resolusi

   Orang yang berduka memperbarui minat pada kegiatan sehari-hari kenangan orang yang meninggal membawa perasaan suka bercampur kesedihan dari pada rasa sakit dan kerinduan.

Selain itu ada 3 pola utama dalam grief yang berkaitan dengan kesedihan orang yang ditinggalkan, yaitu :

o   Pola kesedihan yang umum terjadi

o   Pola ketiadaan kesedihan

o   Pola kesedihan kronis

Pada umumnya orang dewasa dapat mengatasi grief  2-3 tahun setelah kematian orang terdekatnya, terutama kematian pasangan orang dewasa yang mengatasi kematian anaknya masih dapat muncul hingga 10 tahun setelah kematian. Menurut shapiro (1994), biasanya durasi grief bergantung pada banyak faktor seperti kelekatan (attachment) serta cinta terhadap orang yang meninggal, selain itu juga adanya persiapan psikologis atas kehilangan dapat berpengaruh. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dari grief itu sendiri :

o   Hubungan dengan orang yang meninggal

o   Kepribadian

o   Usia dan jenis kelamin orang yang ditinggalkan

o   Peristiwa ketika terjadinya kematian & durasi penyakit

o   Konteks budaya dimana kematian terjadi

 

Oiya perlu diketahui PTSD ini bisa juga terjadi dalam hal lain ya, misalnya seseorang yang trauma akan berhubungan dengan seorang laki-laki karna dahulu pernah diperkosa dengan pamannya atau seseorang yang pernah menjadi anggota militer dan pernah bertugas dimedan perang kemudian dia terkena luka parah karna sengatan senjata tajam atau bom sehingga membuat nya menjadi luka sangat parah difisik maupun mentalnya sehingga mengakibatkan dia tidak ingin mengunjungi negara tersebut yang pernah menjadi medan perang saat itu ketika keadaan sudah jauh membaik atau bahkan jika mendengar suatu dentuman keras yang menyerupai bom orang tersebut akan merasakan ketakutan yang berlebih hingga mengalami kesedihan atau bahkan keringat dingin yang dihasilkan dari respon tubuhnya tersebut.

Sekian yang bisa aku sampaikan, semoga bisa menambah wawasan buat kalian ya, terima kasih sudah menyempatkan untuk membaca, sampai jumpa di post blog aku selanjutnya. Stay safe & health everyone 😊

 

 


No comments:

Post a Comment